Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday 13 October 2014

Fiqh Prioritas

fikih prioritas
Buku Fiqh Prioritas (Fiqh Al-Awlawiyyat) dikarang oleh seorang ulama besar, Syaikh Yusuf Qardhawi. Apa itu Fiqh Prioritas? Mengapa perlu ada Fiqh Prioritas? Apa saja yang dicakup dalam Fiqh Prioritas? Berikut adalah sedikit resensi dari catatan seorang teman   

1. Kebutuhan umat kita sekarang akan Fiqh Prioritas
Saat ini umat Islam berada di antara jalan-jalan yang penuh kebimbangan. Umat Islam belum memiliki pemahaman yang komprehensif dalam beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Urusan-urusan yang tidak penting dan tidak mendesak cenderung lebih diutamakan daripada urussan-urusan yang penting dan tidak mendesak, juga mengutamakannya dari pada urusan-urusan yang mendesak dan penting.
Islam mengajarkan seluruh tata cara beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala prioritas. Dengan kata lain, umat Islam perlu memahami tentang aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu mengetahui hal-hal yang diahirkan dari keseluruhan aktifitas-aktifitas. Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan seluruh kewajiban-kewajibannya secara optimal dam mampu meninggalkan larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.
Kasus yang sering terjadi di kalangan umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan perkara-perkara tidak penting dan tidak mendesak di atas perkara-perkara yang mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih diutamakan daripada pembangunan pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila umat Islam tidak memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.

Isim Ghairu Munsharif


Adalah Isim yang tidak bisa menerima tanwin.
Isim Ghairu Munsharif mempunya beberapa alasan untuk tidak menerima tanwin, diantaranya:
1.       Shighat Muntahal Jumu’
Adalah Jamak Taksir yang berjumlah 5 atau 6 huruf,
-          untuk yang lima (5) huruf: huruf pertama difathah, huruf ke tiga berupa alif dan sebelum akhir dikasroh, seperti: مَسَاجِدَ، أمَاكِنُ
-          Untuk yang enam (6) huruf: huruf pertama difathah, huruf ke tiga berupa alif dan sebelum akhir berupa ya’ sukun, seperti: أساَتِيْدُ، مَسَاكِيْنُ
2.       Isim Muannats dari wazan أَفْعَلُ, mengikuti wazan فُعلىَ untuk Maqshuroh dan فَعْلاَء  untuk Mamduhah, seperti: سفلى dan حمراء
3.       Nama yang berwazan Fi’il
Baik madli Mudlori’ maupun amar, contoh: أحمد، يزيد
4.       Nama yang tidak berbahasa Arab (‘Ajam)
Seperti: إبراهيم، يوسف
5.       Nama yang diakhiri Alif dan Nun
Seperti: سلمان، لقمان
6.       Nama yang diakhiri Ta’ Marbuthoh baik laki-laki maupun perempuan
Seperti: رقية، همزة
7.       Nama Perempuan
Seperti: زينب، مريم
8.       Nama yang berwazan فُعَلُ (Udul)
Seperti: عمر، زحل
9.       Nama yang tersusun dari dua kata dan bukan Idlofah (Tarkib Mazji) selain nama yang diakhiri ويه
Seperti: حضرموت، بعلبك
10.   Shifat yang berwazan أفعل
Seperti: أحمد، أحمر
11.   Shifat yang berwazan فعلان
Seperti: رحمن، كسلان
12.   Shifat yang berwazan فعل، فُعَالُ dan مَفْعَلُ
Seperti: أخر، ثلاث، مثنى

Ilmu Nahwu : Kitab Mutamimmah Jurumiyah

Melihat Isinya Klik Disini : Ilmu Nahwu : mutamimmah_jurumiyah
cover-mutamimmahrev2Kitab lanjutan tentang Ilmu Nahwu untuk mempelajari dasar-dasar tata bahasa arab lengkap. Memahami kaidah-kaidah dhohir kalimat. Sehingga memberi faidah yang sempurna dan bagus, diamnya pendengar atas sesuatu perkataan. Mengatur perubahan akhir kalimat karena berbeda-bedanya huruf yang masuk memerintah kepada kalimat tersebut.
Ilmu ini biasa juga disebut sebagai ibunya ilmu, karena semua pengucapan dan penulisan ilmu yang berkembang, akan diatur oleh ilmu ini dalam menentukan apa, siapa, mengapa, bagaimana, dimana dan kapan status akhir kalimat fi-il, isim dan harafnya.
Memahami Ilmu Nahwu menjadi fardhu ‘ain bagi siapa saja yang akan menerjemahkan dan atau menerangkan Firman Alloh SWT / Kitab Suci Al-Qur’an atau Hadits Nabi SAW penjelasannya. (Af-‘al, aqwal atau taqrirot) sesuai dengan yang telah diatur dalam ketentuan yang berhubungan dengannya.
Dengan hal ini tentu menjadi perhatian kepada siapa saja.